Selasa, 03 Februari 2009

Opini

Terbit di Nurani Rakyat, 3 Februari 2009
Meretas kegelisahan identitas di Lombok tengah?
Oleh: Lalu Sirajul Hadi, M. Pd
(Pengurus KNPI Provinsi NTB dan Ketua PUSAKe Lombok Tengah)

Gagasan untuk menentukan hari jadi Lombok Tengah yang diprakarsai komunitas muda dalam wadah KNPIi, patut diapresiasi secara positif. Dalam kontek wacana, inisiatif ini harus dipandang dengan sebuah pendekatan berfikir lurus dan terbuka, sehingga bisa diharapkan mengalir dan menggelinding dalam sebuah diskusi bersambut. Pastinya, ide historis ini harus bertumpu pada hasrat dan kepentingan bersama.
Dalam perspektif berkehidupan secara sosial budaya, hal ini adalah wajar, karena secara naluriah, ada semacam bentuk kegelisahan dan kegamangan manusia manakala identitas sebagai sesuatu yang prinsip dan penting, tetapi oleh mereka tidak dimiliki secara utuh dan sempurna. Lombok Tengah, yang sedang menggeliat membangun-hari ini harus dihadapkan pada panggilan sejarah-untuk lekas menemukan hari jadinya yang pasti. Walaupun memang, ada sinyal bahwa hari jadi Lombok Tengah itu adalah tahun 1938 ketika Raden Cakra Suryadiningrat sebagai gubernur (Lombok Post, 30/01/2009).

Kebutuhan Eksistensial
Sesungguhnya makna sebuah identitas atau hari jadi (ulang tahun) adalah sebuah kebutuhan eksistensial secara estetika, di samping sebagai sebuah bentuk kebutuhan etika. Kebutuhan ini, jika dilihat dalam perspektif budaya, tidak hanya penting bagi orang per orang secara personal, tetapi juga penting bagi manusia dalam kelompok budaya dan organisasinya. Causa prima dari kesemua itu adalah, semangat bereksistensi akan memberikan dampak langsung dalam semangat membangun daerah secara total. Baik untuk dirinya, maupun untuk organisasi atau daerahnya. Tidak dengan keinginan setengah badan.
Begitulah sejatinya, sebuah kesempurnaan hidup berperadaban dapat disemarakkan. Walaupun secara ilmiah, tidak ada hasil penelitian yang menunjukkan adanya korelasi signifikan, antara adanya hari jadi seseorang atau sebuah oganisasi dengan kemajuan dan kesuksesan seseorang atau organisasi tersebut. Tetapi, sebagai sebuah kebutuhan eksistensial, setiap orang atau oganisasi (masyarakat atau pemerintah) memerlukan sebuah jati diri yang utuh dan lengkap, sehingga kebutuhan itu dapat dikomunikasikan secara sosial politik dan budaya dalam penampakan-penampakan yang jauh lebih “meriah” sebagai sebuah memori publik untuk dikenang sepanjang masa.
Jika demikian interpretasinya, maka hari jadi atau jumlah usia, dapat dijadikan sebagai momentum strategis, utnuk melakukan kegiatan evaluasi dan perenungan (kontemplasi) terhadap perjalanan demi perjalanan panjang yang dilalui.

Lombok Tengah dan BIL?
Ke depan, bola mata masyarakat dunia, dengan adanya Bandara Internasional Lombok (BIL) di Lombok Tengah tentu akan semakin “menggenitkan” masyarakat Lombok Tengah, dengan identitas dan status daerahnya yang belum utuh warnanya. Hal ini wajar, jika kemudian semakin mengusik masyarakat Lombok Tengah, untuk segera memiliki sebuah jati diri dan identitas yang sempurna, walapun itu hanya sekedar “penanggalan” hari jadi.
Dalam sebuah format profil modern, akan terdapat kehampaan makna-jika kehadiran sebuah institusi atau organisasi-tidak didukung oleh adanya kejelasan status dan identitas. Inilah yang harus menjadi pemicu dan support bagi masyarakat Lombok Tengah sekarang ini, dalam menggagas secara sungguh-sungguh ide ini.
Kita boleh saja tidak sependapat, bahwa identitas sejatinya tidak hanya dipahami sebagai sebuah atribut atau simbol-simbol formalistik semata. Tetapi lebih daripada itu, identitas adalah sebuah pesan moral yang bisa membimbing seseorang atau sekelompok orang utnuk mengingat dan berbuat sesuatu yang bermakna untuk dirinya dan juga untuk orang lain. Artinya, kejelasan sebuah identitas dapat merangsang lahirnya perilaku-perilaku dinamis, dan sifat-sifat inovatif lainnya, untuk berbuat dan menghasilkan sesuatu.
Bupati Lombok Tengah (baca : Mamiq Ngoh) dalam konteks ini, harus mampu memerankan diri sebagai mediator birokrasi yang berkepentingan, bahkan juga sebagai mediator refresentasi budaya yang berkesadaran, untuk turut meretas kegelisahan ini. Dalam konteks keinginan bersama, maka secara pasti hal ini harus didorong untuk menelurkan kesepakatan sebagai ijtihad eksistensial. Kemampuan mengakomodasi, dan keterampilan Mamiq Ngoh untuk akrab dengan semua lapisan budaya masyarakatnya, adalah modal penting yang perlu digerakkan untuk mendukung dan mewujudkan harsat tersebut.

Problem Metodelogi
Bagaimana cara dan tekhnik menentukan hari jadi, sesungguhnya erat kaitannya dengan pendekatan dan metodelogi yang digunakan. Dalam konteks penelitian ilmiah, dikenal sebuah metode penelitian historis. Sebuah penelitian yang dihajatkan untuk mengungkap informasi dan fakta-fakta sejarah sebagai sebuah data outentik. Oleh sebab itu, refrensi-refrensi primer maupun refrensi-refrensi sekunder dalam mengolah fakta-fakta dan informasi yang didapatkan harus betul-betul mendukung. Artinya, jika menetapkan seorang informan atau pemberi informasi baik dari tokoh budaya, tokoh masyarakat maupun tokoh agama, atau jika ditemukan bukti-bukti sejarah lainnya, maka semua itu harus mencerminkan kebenaran dan kesahihan. Hal ini dilakukan, untuk menjaga kebenaran jejak informasi, sehingga tidak terlalu melebar dan kehilangan arah.
Menoleh ke daerah-daerah tetangga, yang semua sudah memiliki dan merayakan hari jadinya masing-masing, maka wajar kemudian masyarakat Lombok Tengah ingin memiliki dan merasakan hal yang sama. Tidak hanya sekedar untuk menerima ucapan selamat ulang tahun (happy birthday to you) tetapi lebih dari itu adalah terjaganya karakter daerah dan terpeliharanya semangat mengingat untuk berbuat sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.
Selamat menggagas, Wallahua’lam Bissawab.

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com